Just STOP, No Steps No Deacrease!

Naik kereta sendirian tanpa kerabat. Akhirnya orang-orang di sekitar kita duduklah yang jadi saudara. Orang baik benar-benar ada di mana-mana. Dari awalnya bukan siapa-siapa sampai jadi serasa sodara. Awalnya aku cuek langsung tidur, karena ngantuk.

Selama tidur di kereta tetangga ada yang tetap ngobrol, ada yang lanjut makan. Mereka menikmati bekal yang dibawa dari stasiun Lempuyangan. Saya tetap menutup mata. Belum tertarik membuka mata dan beraktifitas.

Menjelang maghrib baru saya membuka mata. Lalu mulai join ngobrol sana sini. Lama-lama akrab. Pergi ke gerbong resto bareng anak SMP yang bongsor duduk di depan saya. Sebelumnyta saya menduga dia SMA atau bahkan sudah kuliah. Ternyata siswi SMP.

Makin akrab satu sama lain, kami dapat bagian kue bakery dari mamanya si bongsor. Bukan hanya itu, kami juga saling meminjamkan casan hp. Bapak dan ibu, pasangan setengah baya ini asik ngobrol dengan si kecil adek si bongsor. Elen, namanya. Dia gadis kecil kekas 3 SD yang memang menyenangkan diajak berbincang, ceria dan sopan. Tetap khas anak-anak.

Obrolan tidak terasa kemana-mana. Saya akan menceritakan salah satunya saja dari sekian banyak obrolan kami. Menurut saya ini penting untuk saya sampaikan.

Ini adalah tentang perokok yang ingin bertaubat. Sang Bapak, suami dari pasangan setengah baya di hadapan saya. Dulunya beliau perokok berat. Tapi tiga tahun belakangan ini berhenti samasekali.

Padahal dulunya, menurut cerita beliau, beliau akan marah luar biasa jika ada yang menasehati.

“Berhentilah merokok. Merusak kesehatan, pemborosan.” Kalau ada yang bilang begitu atau senadanya, beliau langsung angkat kaki dari majelis tersebut.

“Uangku sendiri, jantungku sendiri, ngapain pada ribut ikut ngatur.” Kenang beliau jika ada yang menasehati.

“Lalu bagaimana caranya, Pak? Sehingga Bapak bisa berhenti.”

“Ya berhenti saja. Dan berhentinya harus total. Ya memang sih saya dulu sakit, lalu rokok jadi pahit. Lalu ditambah tiba bulan Romadhon, makin mudah saya menghentikan. Tapi intinya kalau mau berhenti niatnya yang dikuatin untuk berhenti. Dan tidak coba-coba lagi. Saya dulu sudah pernah berhenti 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan. Tapi akhirnya semua sia-sia karena saya coba-coba lagi. Ketika ditawarin temen saya mau, pikir saya, ah cuman satu ini. Tapi akhirnya keterusan lagi. Begitulah. Akhirnya sekarang ini. Saya bisa berhenti.”

“Sekarang saya bisa merasakan bagaimana tersiksanya orang yang tidak merokok ketika terpaksa menghirup asap rokok,” lanjutnya. “Saya merasakan siksaan itu dan menyadari berarti saya dulu juga seperti ini mendzolimi orang lain bahkan oarang-orang di sekitar saya yang saya cintai dan mencintai saya.”

“Bagaimana Bapak bisa melewati masa di mana katanya orang merasa asam atau pahit ketika biasa merokok lalu tidak merokok?”

“Saya sakit lalu disusul dengan bulan Romadhon, jadi keinginan merokok menguap begitu saja.” Dia melanjutkan, “Dan yang juga penting lagi niat yang kuat, tekad yang besar.”

“Tidak perlu memakai rokok herbal atau dengan mengurangi sedikit demi sedikit. Pokoknya kalau mau berhenti, berhenti saja tidak perlu dikurangi, dilatih, dan sebagainya.”

Luar biasanya lagi beliau menambahkan bahwa beliau tetap mengeluarkan uang rokok yang beliau biasanya belanjakan. Tapi kali ini bukan untuk rokok tapi untuk sedekah atau infaq.

Beliau benar-benar bertobat. Luar biasa. Jadi begitu ya para perokok yang ingin bertobat.

JUST STOP IT. NO DELAY, NO DECREASE, NO TRIAL, NO HERBAL.!! JUST STOP IT! FROM NOW ON!

Leave a comment